Stockholm Syndrome,,, merupakan sebuah fenomena dimana korban bersimpati penuh kepada penculik karena korban merasa penculik ini adalah sang messiah bagi mereka. Para korban mengalami situasi dimana mereka tertekan dalam sebuah isolasi, yang tapi,, membuat mereka malah bergantung pada pelaku untuk bertahan hidup. Mirisnya kebaikan kecil dari sang pelaku bisa dianggap sebagai harapan, sehingga korban malah mengembangkan perasaan positif terhadapnya. Akhirnya, korban mungkin merasa loyal dan berkeinginan untuk melindungi pelaku. Proses seperti ini gak bisa terjadi secara langsung atau instan, proses ini berkembang selama waktu tertentu di bawah tekanan psikologis dan fisik yang gak bisa dibayangkan. Dalam skenario lain, ada cerita dimana di sebuah negara terdapat masyarakat yang mengelu-elukan pemerintahan yang bahkan dalam rahasia umum sedang melakukan kolaborasi bisnis ilicit demi keamanan keturunan mereka. Tentu saya tidak membicarakan Indonesia, karena Indonesia merupakan negara
Fakhrul Ashari - Jualan merupakan praktek inti dari aktivitas ekonomi. Setidaknya dibutuhkan dua pihak yang menjadi pembeli (orang yang mau sesuatu) dan penjual (orang yang mau layanin keinginan pembeli) agar muncul suatu permintaan dan penawaran. Bermula dari sistem barter, Kemudian dilanjut dengan menggunakan mata uang fisik, hingga mata uang yang kaga keliatan. Hal tersebut pun masih tetap mengharuskan dua pihak untuk berinteraksi , Karena y a gimana lagi , emang klausa perekonomian ya manusia. Nyatanya manusia itu semakin kesini semakin males, mereka semakin tunduk pada salah satu dari 7 uskup dosa yang ada. Tapi mereka gamau dikatakan telah berbuat dosa, mereka membuat sebuah pembenaran dengan merapalkan dalil-dalil yang menjelaskan bahwa itu adalah sebuah efisiensi. Dengan kemalesan yang aku jelaskan tadi, Interaksi manusia dalam jual-beli pun ikut berubah. Tebak apa? Ya gitu, mereka memanfaatkan efisiensi yang diciptakan lewat sarana teknologi buatan manusia untuk transaks